Rihlah fi Sabilillah part 2
(Catatan Perjalanan dari LDK Pemuda MIP ke Cipanas, Menuju
Perjuangan Melawan Missionariss Zending)
Jejak Generasi Ashabul Kahfi,
Di Desa Pelalangon, Ciranjang…
Wilayah ini dinamakan Gerbang Marhamah, sebuah nama penuh berkah yang merupakan daerah basis pesantren yang mampu menangkal serangan infiltrasi luar, seperti sekalurisme, liberalism hingga kristenisasi. Cianjur merupakan tatar Sunda yang kedudukannya di mata penerus Warisan Templar yang puritan radikal adalah sebuah imperium Jawa yang dikuasai 70% oleh Muslim. Tidak seperti Pulau Kalimantan, Irian, Sulawesi dan sebagian Sumatera yang mudah dipropagandakan ketuhanan Yesus. Maka, Jawa adalah sebuah zona yang sangat anti Kristen—meski bukan berarti sikap sebagian masyarakatnya tak jauh menyerupai orang di luar Islam, salah satunya Kristen yang mutlak pasti ngga sholat,zakat dan fardhu2 lainnya—dan tak mudah diajak menyembah tuhan yang gelantungan berabad-abad di tiang salib, Yesus.
Sejak 7 abad lalu ketika kekhilafahan Umayyah 11 di Andalusia Spanyol tumbang dan benteng terakhir Islam di Grenada dan Barcelona runtuh, maka Kristen masuk berkuasa. Queen Isabella dan King Ferdinand dari kerajaan Castile mengambil alih Spanyol dengan mendentamkan seluruh lonceng raksasa dari Basilika tua di kota-kota lorong seluruh Spanyol, lalu membentuk Dewan Inkuisisi Spanyol yang bertugas mengkristenkan seluruh daratan Spanyol. Maka, seluruh rakyat hanya diberi pilihan; mati, hidup atau diasingkan (deportasi). Hidup dipaksa menjadi Kristen, islam disebut Morisko dan yahudi disebut Maranos. Mati menjadi martir/ syuhada. Atau diasingkan ke Pulau terpencil.
Kristen kian ganas di bawah bayang-bayang Ksatria Templar (ordo Ksatria militer Kristus)–yang tak lain adalah komunitas Yahudi Kabbalah (sihir dan ilmu kebatinan tradisi Mesir kuno )—menyebarkan misi kristen (Gospel) ke seluruh dunia. Mereka takkan henti-henti siang malam menyusun agenda pemurtadan umat dari ibukota hingga pelosok desa sampai kapanpun. Ekspedisi yang paling terkenal adalah yang dilakukan Columbus (Ksatria Kristus, pecahan Ksatria Templar yang dikejar Dewan Inkuisisi juga) ketika menemukan Benua Amerika tahun 1492. Demi dalih melakukan pencarian bumi timur yang kaya rempah lalu tersasar di benua tak bertuan yang disangkanya India dan disangkal Oleh Amerigo Vespucci (makanya orang Amerika kuno disebut Indian), lalu membantai penduduknya yang merupakan Muslim yang sudah menempati benua itu sejak abad pertama kerasulan dan merupakan etnis Arab. Media barat tidak berimbang dalam menerangkan sosok laksamana Krsitus ini dibalik kemegahan jubah Templar yang terselubungnya itu dengan berita sebagai penemu Benua Amerika, padahal ia adalah seorang Kristen Puritan. Ekspedisi Columbus adalah ekspedisi misi kristenisasi yang disebarkan ke seluruh dunia.
Setelah itu setiap negara dibentuk penguasa yang sejalan dengan agenda konspirasi. Salah satu yang paling menjadi skandal gelap adalah kepausan di Vatikan. Vatikan lalu mengucurkan dana ke seluruh dunia untuk misi kemudahan kristenisasi. Salah satunya ke Indonesia yang jatuh ke daerah pertanian dan agrobisnis yang subur, Cianjur. Disana mereka membuat lokalisasi khusus daerah elit Kristen, di sebuah dataran tinggi bernama Lembah Karmel. Yayasan lembah Karmel memiliki Gereja yang dikatakan terbesar se-asia tenggara. Daerah itu tak jauh dari tempat pesantren H. Encep berdiri, yaitu Ma’had Al-Yumni. Tempat yang dimana semula kami hendak mengadakan acara LDK FSP MIK (Latihan Dasar Kepemimpinan, Forum Silaturahim Pemuda Misi Islam Kaffah) di sana namun tak jadi. Dialihkan ke Hidayatul-ikhwan milik GARIS di Cipanas Puncak, Cianjur.
Maka, mengingat di sini pun telah terjadi kristenisasi yang massif siang itu setelah berlalu dua hari materi kepemimpinan dan segala hal berkaitan dengan tema aktual keislaman oleh pembicara-pembicara berkompeten dan punya pamor seperti Munarman, Ustadz Muhammad Al-Khoththoth dan Dr. Joserijal Jurnalis termasuk H.Encep Hernawan, kami bersiap untuk menuju lokasi yang dikatakan Ustadz Ujang adalah lokasi pembinaan iman Kristen.
Setelah beres mandi, packing barang lalu sholat dzuhur dan mendengar Kultum akhi Agus, para peserta juga sudah memastikan tak ada barang yang tertinggal, kami bertolak menuju kediaman H. Encep yang dikatakan juga sebagai markas GARIS. Sungguh, masuk akal jika beliau mengatakan bahwa harta kekayaannya tujuh turunan takkan habis. Sebab, ketika kami melewati tanah milik GARIS yang terhampar luas. Kami melihat sejauh mata memandang terbentang puluhan bahkan ratusan hektar pematang sawah dan ladang. Di atas pematang dibuat jalan berundak dan jalan setapak dengan tangga dan penyangga yang nyaman seperti ketika melewati taman di kota Jepang. Hembusan angin sejuk yang turun dari bukit ke lembah menerpa pipi kami membuat suasana kian terasa damai di desa yang indah dan permai. Di beberapa bagian tanah banyak dijumpai kolam untuk budidaya ikan koi yang nilainya bisa mencapai puluhan juta.
Kami memasuki sebuah tempat yang dikatakan Ustad Ujang adalah tempat tinggal pengurus. Tempat itu lebih dari mewah untuk ukuran seorang pengurus yayasan yang biasanya hidup sederhana. Serupa gedung dan villa mahal di tengah desa kecil, rumah pengurus itu nampak paling mencolok di antara rumah-rumah lain yang terdapat di balik pagar luar zona elit ini. Dengan ukuran kamar yang megah, pintu dan teras rumah yang luas, serta kolam renang dan hamparan rumput Jepang di pelataran rumah dan juga lahan parkir dan halaman yang tak terhingga luasnya, rumah ini hampir menyamai istana gubernur.
Dalam hati, saya sempat berdecak kagum, seharusnya beginilah Islam memimpin dunia sama seperti ketika Spanyol berkuasa dan negaranya menjadi percontohan kota eksotik di Eropa. Bukan berarti Islam itu sendiri menganjurkan untuk bermegah-megahan, tapi Islam menganjurkan kita semua agar menjadi orang-orang kaya yang hartanya habis untuk Islam. Seperti Khadijah, Abu Bakar, Abdurahman Bin Auf, mereka semua adalah orang-orang kaya yang dimiliki generasi terbaik saat itu. Namun sayang, kejayaan itu telah berlalu dan Allah telah mengatakan dalam kalam-NYA bahwa itu adalah usaha umat yang telah lalu. Kini yang berjuang dengan harta seperti H. Encep sangat sedikit bahkan semua para hartawan Islam saling bahu membahu mengumpulkan harta tanpa memikirkan nasib Umat, apalagi Islam.
Pemandangan dan panorama indah ini lagi-lagi selalu merangsang tangan untuk tak henti-henti mengabadikan gambar. Saya lihat peserta putra dan putri tak mau kalah berebut narsis ketika difoto. Session foto kali ini mereka sepertinya hendak tampil paling oke, paling modis dan paling wah dari sebelum-sebelumnya. Karena background dan latar belakang pemandangan di sini untuk scene shoot-nya sangat indah, menunjang. Itulah yang dicari oleh para fotografer biasanya. Dan kebetulan saya kebagian jadi tukang foto, jadi ajah saya tiap menit maunya jeprat-jepret kamera terus J.
Ketika saiya sudah puas jeprat-jepret dan mau ambil close up wajah cute (ehem, cleng..) saya sama Ruhul, panitia lain mengumumkan kita harus segera jalan. Akhirnya kita jalan menuju pabrik plastik milik H. Encep dengan menyewa 3 mobil minibus ukuran 3/4 yang kesemuanya ditanggung oleh sang juragan Plastik, langsung sampai tujuan Jakarta. Alhamdulillah, estimasi panitia makin terbantu karena itu. Alhamdulillah ya Allah!
Sesampainya, para peserta berkumpul berbaris banjar dan berdampingan putra-putri untuk mendengarkan pengarahan H. Encep. Sementara ketika baris-berbaris itu Mustain meminta saya dan Ka Didin untuk membantu membeli aqua gelas 6 karton di Ramayana seberang. Saya sempat berbicara sebentar dengan Ustad Ujang bahwa organisasi GARIS tak jauh beda dengan GIBAS di Garut, tempat saya sekolah dulu. Karena sama-sama ormas-nya preman. Namun, GARIS disegani dan ditakuti selain sebagai preman, mereka juga lantang membela Islam. Allahuakbar!! Islam butuh preman-preman yang pro sama al-haq sehingga orang macam-macam bisa sekali digertak langsung ciut nyali. Tapi, GIBAS itu sekuler, sepeti juga PP (Pemuda Pancasila). Setelah semua logistik sudah siap, perjalanan kembali dilanjutkan menuju lokasi karantina minoritas muslim.
Sayang, perjalanan kali ini tak semua peserta ikut karena rombongan Cirebon yang memakai vespa dan skutik(skuter antik) terkena mabuk darat alias motornya dikandangiJ. Mereka sudah pulang sejak siang tadi, harusnya seluruh peserta,bahkan jika perlu ustad2 juga ikut agar tahu bahwa proyek pemurtadan besar-besaran telah terjadi di tanah Pasundan ini. Tidak seperti keterangan berita sampah yang mengatakan kristenisasi hanya isapan jempol belaka alias tak ada. Harus berapa banyak dosa lagi yang dibuat pemerintah dalam membohongi publik?? Selain tiga minibus, rombongan Citayam yang setia dengan kolbun-nya (kol buntung) juga ikut menemani perjalanan menuju Desa Pelalangon Sindang Jaya.
Setelah melewati Jembatan Sungai Citarum yang besar dan panjang di perempatan Jalan tak jauh dari pasar Ciranjang, kami berbelok kanan menuju jauh pedalaman Desa Sindang Jaya dimana di sana ladang pembantaian aqidah. Para domba yang tersesat dipimpin oleh sang pertapa Kristen untuk digiring masuk ke dalam barisan jemaat baptis. Cetak biru ‘’big project” itu sudah mendapat lisensi langsung dari kepausan Vatikan.
Desa itu memiliki 2300 KK. Tapi di permukaan awal kami memasuki kawasan jalan menuju desa itu masih ditinggali oleh masyarakat Cianjur muslim. Masuk ke dalam lebih jauh ke pelosok jalan rusak berbatu mulai kami temui wajah-wajah asing yang bukan gurat wajah pasundan. Akses pertama kami masuk wilayah itu disebut Jalur Gaza. Kata Ka Zaky “Karena daerah ini masih banyak penduduk muslimnya..” saya hanya mengangguk menanggapi.
Di sebuah jalan sempit dekat sebuah pematang sawah yang sedang menguning, saya melihat sebuah masjid yang bentuknya hampir seperti gereja. Saya hampir terkecoh dengan tampilan kasat mata bangunan ibadah itu. Nama masjid itu adalah Jami’ Hayatul-Sakinah. Kata salah seorang preman GARIS yang memandu perjalanan kami (Yah, backpacker gitu lah, hehe) mengatakan bahwa 80% penduduk Desa Pelalangon ini sudah menjadi Nasrani. Namun di beberapa tempat jumlah mereka masih setengah penduduk muslim. Jauh menyusuri pedalaman dan jalan rusak berbatu yang panas masih terdapat 17 gereja yang belum kami saksikan.
Mata saya tak pernah berkedip menyaksikan apa yang sedang terjadi di desa kecil ini. Seperti sebuah desa kecil di Perancis Selatan yang terisolir dari hegemoni Gereja Vatikan masa silam, dimana terdapat Villa Bethania yang mewah dan Gereja yang dipersembahkan untuk Maria Magdalena. Maka, di sini juga terdapat gereja yang dikatakan elit—khususnya jika dibandingkan dengan postur bangunan masjid dan mushola yang mengenaskan—karena sangat aneh jika di desa kecil ini ada gereja elit. Dengan jalan yang begitu rusak berbatu tanpa ada suntikan dana APBD pemda Cianjur untuk membangun dan membaguskan jalan, namun rasanya mustahil jalan rusak berbatu itu banyak berdiri gereja, tapi itu terjadi. Pastilah ada misteri di balik ini yang harus disingkap. Dengan penduduk yang mayoritas hanya buruh tani, penduduk desa sangat tak mungkin membuat banyak gereja yang cukup dibilang elit. Jangankan membangun jalan bagus, untuk makan saja mereka sulit, apalagi bangun gereja??!! Pastilah ada kucuran dana siluman yang menyusup ke desa ini. Darimanakah??
Seketika, peserta riuh menunjuk gereja yang mereka saksikan. Tangan dan mata saya cekatan melihat dan menulis semua fenomena yang tampak ganjil. Sebuah desa kecil dengan belasan gereja di dalamnya. Saya mulai mencatat nama gereja itu. Inilah gereja-gereja yang sempat saya catat namun tak sempat kami abadikan dalam video. Semoga catatan bisa memberi kesan lebih dalam untuk digali. Gereja itu adalah:
1. Gereja Kristen Pasundan Sindang Jaya
2. Gereja Kerasulan Baru
3. Gereja Kerasulan Pusaka
4. Gereja Pusaka Kristen
5. Gereja Masehi Advent Hari ke-Tujuh
6. Gereja Bethel Pembaruan Jemaat Pentahiran Pelalangon
7. Gereja Kristen Pasundan Pelalangon
Di sana juga terdapat beberapa sekolah Kristen di antaranya adalah: SMP Pusaka Kristen dan TK Getten Pelalangon. Namun sungguh, sayang sekali perjalanan menembus pelosok jauh tak bisa untuk melihat keseluruhan gereja Sebab akses makin sulit dan hanya desa kecil. Wajah-wajah penduduk Desa Kertajaya ini bukanlah penduduk lokal asli yang memeiliki garis airmuka Pasundan tapi seperti penduduk suntikan, artinya wajah mereka adalah paras-paras Indonesia timur atau Batak. Mungkinkah mereka adalah penduduk evakuasi seperti ketika Bangsa Yahudi Eksodus menduduki Palestina dan menguasai tanahnya kemudian hari??
Saya hanya melihat ada beberapa mushola kecil untuk menampung 2300 KK yang ada di desa itu. Mana mungkin mushola kecil yang terbuat dari kayu dan bilik bambu bisa menampung jamaah sebanyak itu?? hmm, dimanakah relawan dan hartawan yang mau menyumbangkan dana dan meng-counter gerakan Zending di sini?? Membangun rumah Allah dan membatasi pergerakan Zending dengan bangunan yang membuat mereka berpikir bahwa Islam juga berkuasa di wilayah karantina generasi Ashabul-Kahfi ini.
Di desa Pelalangon Kampung Pasir Kuntul rombongan bis yang membawa peserta LDK FSP MIK berhenti di Masjid Nurul-Hidayah, awalnya bernama Asy-Syafi’iyyah. Masjid ini adalah masjid yang berhasil dibangun oleh GARIS. Letaknya tak jauh dari Gereja Bethel Pembaruan Jemaat Pentahiran Pelalangon yang merupakan gereja usiran dari Cipanas, sebab ditentang keberadaannya oleh masyarakat muslim Cipanas. Disana kami semua turun dari bis. Rombongan kami disambut oleh para pengurus GARIS dan kami semua menyalami mereka. Peserta putri ada yang langsung makan, sebab ketika berangkat tadi kami semua memang belum makan termasuk saya. Peserta yang lain ada yang foto session dan kembali bergaya narsis. Ada juga yang mengabadikan gambarnya dengan penduduk lokal. Saya segera menemui Ustad Ujang, berbincang-bincang banyak dan kembali menanyakan beberapa pertanyaan, namun kata Ustad Ujang “Lebih jelas lagi, setelah ashar nanti kita semua dengarkan keterangan Mantri Didi. Beliau adalah mantan Kristen dan orang tuanya merupakan tokoh gereja di Cianjur.”
Ustad Ujang juga mengatakan bahwa sebagian penduduk ada yang dulu bergabung dalam kelompok kelelawar hitam. Kelompok fenomenal dalam perang salib yang meletus pada tahun 1998 ketika Ambon bergolak konflik SARA atau disebut juga Obet (Robert), lalu dilanjutkan tahun 2000 pada kancah Perang Poso. Sebagian penduduk yang menjadi petani pun memiliki nama yang sangat tak membumi. Bayangkan, orang sunda memiliki nama seperti Penduduk Nazareth zaman kerasulan Isa AS; Yohanes, Maria, Petrus, Paulus dan lain-lain. Tak heran, jika anggota keluarga dalam sebuah rumah ada yang memeluk Islam dan Nasrani, sebab langkah mereka terhadap para gadis desa adalah: pacari, hamili, nikahi, lalu murtadkan. Itu adalah serangan psy war dalam menggoncangkan kerukunan dalam keluarga yang sudah bhineka, tapi kacau itu. sungguh, kristenisasi sangat licik.
Saya dan rombongan kemudian mengambil air wudhu dan sholat ashar berjamaah. Setelah ashar barulah kami berkumpul duduk di sebuah reruntuhan tembok di luar masjid. H. Encep memberikan keterangan bahwa sejak GARIS masuk ke desa ini tahun 2001 masjid yang bisa dibangun hanya satu dan baru selesai tahun 2005 karena banyak tekanan dan intervensi. Mantri Didi yang menjadi muallaf juga mendapat fitnah keji bahwa halaman rumahnya terdapat tanaman pohon ganja, lalu ia dipenjara 6 bulan lamanya. Hal itu sebagai strategi yang dilancarkan keluarganya sendiri, untuk menggoncangkan keimanannya dan efek jera terhadap psikologisnya. Bagi mereka ketika anggota keluarganya berkhianat maka mereka adalah musuh sebagaimana juga para muslim yang kafir terhadap tuhan Yesus.
Seperti juga kasus yang menimpa Ustad Matius yang mendapat tekanan, siksaan, intimidasi dan intervensi keluarga dan rekan-rekan pendetanya ketika ia menyatakan keislamannya dengan disiksa dalam kamar tertutup oleh belasan temannya, ditembak peluru panas, dipukul besi panas hingga 13 tulang punggungnya patah, bahkan disiram minyak panas oleh putrinya sendiri.
Meski demikian, ia –mantri Didi—juga berhasil memuslimkan muallaf dari 7000 KK sebanyak 74 orang karena ditopang dengan kekuatan H. Encep. Ustad Ujang juga mengatakan bahwa informasi pemerintah tentang kristenisasi di tanah Sunda ini hanya isapan jempol adalah dusta. Tapi ia benar-benar ada, di depan mata kita dan nyata. Beliau berharap agar mata dan semangat pemuda terbuka dan berdesir. “Untuk apa jauh-jauh jihad ke Poso, ternyata di kampong kita sendiri ada ko ladang jihad.” Senyum Ustad Ujang. Dibalas anggukan kami semua.
Kristen dalam perang Ambon kala itu berjumlah sekitar 45 % dan muslim 55%, saat lemah itu saja mereka bisa bangkit membantai. Apatah lagi, jika di desa yang sudah 80% dikuasai nasrani itu? bukan tak mustahil jika prahara Ambon kembali terulang di babad Sunda ini.
Sampai kapanpun kita sudah mendapat ultimatum Allah lewat kalam-NYA bahwa orang Yahudi dan Nasrani takkan rela (tidak berhenti memerangi kamu) sampai kamu mengikuti agama mereka. Kita tak memungkiri bahwa ajaran Islam adalah rahmatan lil’alamin dan ia mengutamakan hak-hak kemanusiaan bahkan ketika berperang. Terhadap ahli dzimmy (kafir yang tak memerangi) kita harus melindungi mereka. Darah dan harta mereka haram bagi kita. Namun, tak mustahil diamnya mereka saat ini adalah sebagai strategi macan tidur yang sedang menunggu mangsa di kandangnya.Jika saatnya tiba, genderang Perang Salib ketika Godfroi DeBuillon dulu mengomandoi Ksatria Templar dan tentara Salib dalam menginvasi Bayt Suci di Yerusalem dan membantai seluruh penduduknya, Islam dan bahkan Kristen juga Yahudi kembali digaungkan dengan lantang. Balian Of Ibelyn dan permaisuri Yerusalem, Sybill tak mungkin mampu menolak ajakan raja tuanya. Lantas, mereka turun dari tempat-tempat tinggi menyerang benteng-benteng pertahanan umat.
Di akhir perjalanan, pukul 16.15 ketika matahari senja sudah mulai condong ke barat menyusuri jalan rusak berbatu dan pematang sawah menguning itu kami kembali memutar arah untuk pulang. Kami hanya menemukan satu lagi masjid berukuran cukup besar tak jauh letaknya dari alun-alun Pelalangon dimana Gereja Kristen Pasundan berdiri.
Semoga rihlah ini bermakna sebuah perjalanan mencari hikmah-hikmah jihad fisabilillah meski tak setinggi namanya. Karena kami hanyalah pemuda biasa yang masih mencari dan belajar makna mujahadah. Kehidupan sungguh sangat asing bagi kita, sebab kita seringkali tak mampu menangkap makna yang terselubung di balik ibroh yang IA berikan. Di saat perjalanan kami baru bermula, sebagian orang menanyakan apa yang dilakukan oleh kami tiga hari di Cipanas sana? Hmm, semoga kedewasaan usia kita mengikut serta juga kedewasaan kita dalam memakna setiap kejadian. Sehingga ketika kita menutup mata, ada usap lembut bidadari mengiringi istirahat panjang kita dalam alam keabadian. Ada bisik lembut sang malaikat rahmat dan memanjakan kita mengitari pelataran arsy-NYA. Hidup dalam kebaikan budi dan hati lapang yang tak terbersit hasad terhadap saudara adalah keindahan ukhuwah islam yang tak terperikan. ketika setiap peluh bermakna ibadah, maka semoga usaha kecil kita untuk belajar mendapat ridha-NYA. amin.
Alhamdulillah…Perjalanan dimulai!!! J